ASKEP ANEMIA

2.
Etiologi
Anemia terjadi
sebagai skibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah.
Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel darah merah. Penyebab anemia
adalah menurunnya produksi sel-sel darah merah karena kegagalan dari sumsum
tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan
rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang
timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa
menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul
sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya.
Pasien yang menderita anemia kronis lebih dapat mentolerir tindakan bedah
dibandingkan dengan penderita anemia akut. Faktor penatalaksanaan yang patut
dipertimbangkan untuk penderita anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah
untuk menganggkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecendrungan rusaknya
mekanisme pertahanan selular.( Pedersen, G. W 1996, Hal : 114 ).
3.
Patofisiologi
:
Menurut Wiwik,
h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal : 92) patofisiologi pada klien anemia
ialah timbulnya anemia mencerminkan
adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi.
Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah
merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial,
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut,
billirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel
darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus ginjal dan ke dalam urine.
Pada dasarnya
gejala anemia timbul karena dua hal berikut (1)Anoksia organ target karena berkurangnya
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan. (2)Mekanisme
kompensasi terhadap anemia.
4.
Gambaran
klinis
gejala awal yang
tersembunyi dan derajat beratnya anemia dapat timbul pada saat menentukan
diagnosis. Biasa terjadi diare dan berat badan yang berkurang, pireksia
ringan ikterus karena hemolisis dan
warna pucat membuat kulit berwarna kuning lemon, lidah halus, atrofi dan dapat
nyeri tekan. Splenomegali merupakan hal yang lazim. Perubahan degeneratif pada
saluran medula spinalis posterior dan lateral dapat menyebabkan degenerasi
kombinasi subakut dengan kerusakan sensasi permukaan seperti “ sarung tangan
dan kaus kaki” dengan hilangnya rasa vibrasi dan proprioseptif. Reflek tendo
cepat tetapi sentakan pergelanngan kaki sering berkurang. Refleks plantar
berupa ekstensor. Ataksia dan keadaan konfusional toksik dapat timbul. Jika
tidak diberikan terapi, demensia akan timbul.( hayes P, C & mackay T, W.
1997, Hal ; 353)
5.
Tanda
dan gejala
Meurut harirson
( 1999, Hal : 56) Presentase klinis dari pasien yang anemik bergantung pada
penyakit yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta kronisitasnya
anemia. Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip
patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian
kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa sel darah
merah.
Derajat saat
gejala-gejala timbul pada pasien anemik tergantung pada beberapa faktor
pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk
berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang
lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang
timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya
penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten,
atau leukeumia serebral sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.
6.
Penatalaksanaan
terapi
Pada setiap
kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
a.
Terapi spesifik sebaiknya diberikan
setelah diagnosis ditegakkan.
b.
Terapi diberikan atas indikasi yang
jelas, rasional, dan efesien.
Jenis-jenis
terapi yang dapat diberikan adalah
a.
Pada kasus anemia dengan payah jantung
atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut.
b.
Terapi khas untuk masing-masing anemia
terapi ini bergantung pada jenis anemia yang di jumpai, misalnya preperat besi
untuk anemia defesiensi besi.
c.
Terapi kausal, terapi kausal merupakan
terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya
anemia defesiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang.
d.
Terapi ex-juvantivus (empires) terapi
yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi ini
berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi. Terapi ini hanya dilakukan
jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis
ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik,
terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan
evaluasi kembali. (Wiwik, h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal : 42)
7.
Pemeriksaan
diagnostic
Menurut wiwik,
H., &Hariwibowo,A. S (2008, Hal : 41) pemeriksaan laboratorium pada klien
dengan anemia adalah sebagai berikut.
a.
Pemeriksaan laboratorium hematolgis
dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
1) Tes
penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini,
dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi.
2) Pemeriksaan
rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahuikelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial,
dan hitung retikulosit.
3) Pemriksaan
sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus
anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitifmeskipun ada beberapa kasus yang
diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
4) Pemeriksaan
atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikkerjakan jika telah mempunyai
dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi dugaan
diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
a)
Anemia defisiensi besi : serum iron,
TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
b)
Anemia megaloblastik: asam folat
darah/ertrosit, vitamin B12.
c)
Anemia hemolitik: hitung retikulosit,
tes coombs, dan elektroforesis Hb.
d)
Anemia pada leukeumia akut biasanya
dilakukan pemeriksaan sitokimia.
b.
Pemeriksaan laboratorium nonhematogolis
meliputi
1)
Faal ginjal
2)
Faal endokrin
3)
Asam urat
4)
Faal hati
5)
Biakan kuman
c.
Pemeriksaan penunjang lainnya, pada
bebrapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1)
Biopsy kelenjar uang dilanjutkan dengan
pemeriksaan histopatologi
2)
Radiologi: torak, bone survey, USG, atau
linfangiografi.
3)
Pemeriksaan sitogenetik.
4)
Pemeriksaan biologi molekuler (PCR =
polymerase chain raction, FISH = fluorescence in situ hybridization).
B. Asuhan
keperawatan
Menurut doengoes
(2000) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa
dan perencanan adalah sebagai berikut :
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise
umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi
terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea
pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang
tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunjukkan keletihan.
b.
Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah
kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat
kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan
diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia;
Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat
pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar
kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan);
kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA).
Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah
patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah
putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c.
Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d.
Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal
ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah
segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e.
Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet
protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut,
pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan
penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah
; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda :
peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP).
Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis
(AP).
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit
kepala (DB)
h.
Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas
pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.
Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi,
misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita).
Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa
keperawatan
Adapun diagnosa
keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia mernurut doengoes (1999)
ialah sebagai berikut :
a.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
d.
Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
e.
Konstipasi
atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
f.
Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
g.
Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
3. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa
yang telah ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai
berikut :
a.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional
: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi paru
dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi
bila ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan
bunyi adventisius. Rasional :
dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/
potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas.
Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional
: termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : memaksimalkan transport
oksigen ke jaringan.
b.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : – melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk
aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis,
misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot. Rasional :
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional : manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi
suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat
bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional
: meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki
tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan
nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai. Intervensi Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan kalori
atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan. Rasional :
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan
gejala lain yang berhubungan. Rasional :
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan
sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan
pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut
khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional : membantu dalam rencana diet
untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional : meningkatakan efektivitas
program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi
yang diidentifikasi.
d.
Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk
mencegah cedera dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan
rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila
pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional
: meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia
jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan
sabun. Rasional : area lembab,
terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme
patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Intervensi Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang,
kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi.
(kolaborasi) Rasional : menghindari
kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
e.
Konstipasi
atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan
sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional : membantu mengidentifikasi
penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional
: bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional : dapat mengidentifikasi
dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam pengidentifikasi defisiensi
diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi
jantung. Rasional : membantu dalam
memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan
status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen Kaji
kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai
kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi
diare. Rasional : mencegah
ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat
dan bulk. Rasional : serat menahan
enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai
perangsang untuk defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk
bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional : mempermudah defekasi bila
konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida
dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil.
(kolaborasi). Rasional : menurunkan
motilitas usus bila diare terjadi. .
f.
Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan
dan pasien. Rasional : mencegah
kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan
luka. Rasional : menurunkan risiko
kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional : menurunkan risiko kerusakan
kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan
batuk dan napas dalam. Rasional :
meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi
untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan
dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila
memungkinkan. Rasional : membatasi
pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia
dengan atau tanpa demam. Rasional :
adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus
mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
(kolaborasi) Rasional : membedakan
adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
(kolaborasi). Rasional : mungkin
digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local.
g.
Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur
diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan
penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab. Melakukan tiindakan
yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan
kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional : memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional : ansietas/ketakutan tentang
ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung.
Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya. Rasional : megetahui
seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang. Rasional :
dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya. Rasional : diet dan pola makan
yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan. Rasional :
mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan dengan melaksanakan berabagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik
dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien (Hidayat, A, 2008. hal;
122).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria
hasil (Hidayat, A, 2008. hal; 124).
Komentar
Posting Komentar